CELANA CINGKRANG Vs CELANA JIN
14.43 | Author: Al Faqir Muhtar Lutfi, S. H. I


Biasa kalau waktunya sudah masuk Ramadhan, warga kampung yang merantau ke berbagai kota banyak pulang kampung. Berpuasa di kampung merasa lebih khusuk dan nikmat, begitulah alasan mereka.


Namun, diantara anak-anak perantau itu ada yang membawa kebiasaan gaya hidup yang tak lazim dikampung itu. Karena ini kampung santri,biasanya masyarakatnya banyak yang pakai sarung dan baju kokoh plus kopyah hitam. Namun, ada dua anak muda cara berpakaianya yang ekstrim: pakai celana cingkrang vs celana jin.
Akhirnya terjadi perdebatan kecil menyangkut soal celana ini. Awalnya, anak muda yag memakai celana cingkrang menegor saudara tuanya yang pakai jin, “Mbok jangan pakai celana jin, karena pakaian itu biasa dipakai orang kafir. Agar keislaman kita sempurna,mari memakai baju menurut Islam ya seperti saya ini,celana cingkrang,”katanya membuat orang-orang sekitarnya kaget. Celana, kok ada celana kafir?, gumam mereka.
Yang lebih seru lagi, tak hanya soal celana jin yang disoal, cara ibadah juga diprotes bahwa tidak boleh wirid bersama, jangan qunut, karena itu bid’ah, tidak ikut sunah Nabi bahkan dituduh sesat.
Saudaranya yang memakai celana jin, akhirnya balik bertanya, “tapi baju yang kamu pakai itu kok seperti pemain film india yang mayoritas beragama Hindu itu,”katanya meledak.”ya ga sama lah, justru ini sesuai dengan sunah Nabi,”katanya menjawab. Kemudian dia tunjukan hadits Nabi—intinya menerangkan Nabi mencingkrangkan celana pembesar dari Afrika yang membuat gegeran. Saudara tuanya yang kebetulan pernah nyantri juga punya dalil.”begini ya sebaiknya hadits itu dimaknai filosofinya, yaitu Nabi melarang berpakain dengan sikap sombong dan mubazir, bukan masalah bentuk dan potonganya. Meskipun celana cingkrang, tetapi jika dalam hati ingin mennjukan paling alim dan paling syar’I, maka saya kira itu menjadi penyebab dosa, , sebab Allah itu tidak melihat penampilannya, tetapi yang dilihat adalah hatinya, jadi meskipun memakai celana jin yang kamu katakan baju kafir, tetapi jika disyukuri dan diniatkan menutup aurat, saya kira justru itu yang dapat pahala” jelas saudara tuanya itu.
Setelah melalui perdebatan alot dan mendapat jawaban berdasar dalil yang kuat juga, baru yang pakai celana cingkrang terdiam. Debat pun bubar, bersamaan dengan bedug maghrib sehingga dua saudara itu berbuka bersama.

(sumber:Risalah NU)

This entry was posted on 14.43 and is filed under . You can follow any responses to this entry through the RSS 2.0 feed. You can leave a response, or trackback from your own site.

9 komentar:

On 28 Januari 2009 pukul 14.44 , Anonim mengatakan...

assalamu'alaikum

bgmn klo akhwat pake celana jeans?
sering mreka bilang mreka dah nutup aurat krn dah pake jilbab+baju lengan panjang+celana jeans panjang???
gmn klo cln jeans nya longgar???

 
On 29 Januari 2009 pukul 05.19 , Al Faqir Muhtar Lutfi, S. H. I mengatakan...

Wa'alaikum salam.
pada dasarnya islam hanya memerintahkan menutup aurat, dan tidak menjelaskan dengan apa ,menutupnya. bahkan di fiqh dikatakan sekalipun dengan lumpur atau tanah yang bisa menutupi bentuk tubuh dan warna kulitnya, itupun sudah bisa dikatakan menutup aurat, jadi dia mau pakai celana jeans, ato gamis atau karung sekalipun boleh2 saja asal terpenuhi esensi menutup tubuhya, yakni tidak ketat dan tidak memperlihatkan bentuk tubuh.
wallahu a'lam

 
On 17 September 2010 pukul 13.21 , Omar Salim mengatakan...

Rasulullah memerintahkan kaumnya untuk menutup aurat dengan tidak berpakaian yang ketat, minim, sumpek, dan meniru orang kafir to yah.. Lah celana jeans skrng pan begitu?! Gimana menutup auratnya..

 
On 3 November 2010 pukul 20.42 , Anonim mengatakan...

sekarang kita berkaca saja pada dalil rosulullah, yang bnar dan shohih, bahwa celana diatas mata kaki itu wajib, terserah kita mau memahami dari sisi mana.

 
On 3 November 2010 pukul 20.50 , ayas_abdullah mengatakan...

sekarang coba, kita yang memakai celana dibawah mata kaki (ngepel air banjir) maukah kita memotong celana kita sampai diatas mata kaki????

* jika kita mau, berarti kita bukan termasuk orang yang sombong seperti dalam hadist nabi.

* tetapi sebaliknya. jika tidak mau, berarti jelas2 kita adalah golongan orang yang sombong, dan kita smua tahu akibat dari sombong.

itulah sekilas gambaran yang dapat kita pahami, skarang terserah kita bagaimama memahaminya...

 
On 30 September 2013 pukul 14.38 , Anonim mengatakan...

ngga segitu nya kali Ayas_abdullah..??? anda yang sombong kalo menurut pandangan saya, mana ada yg mau celananya buat nyapu air..??? heran saya melihat anda....!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!

 
On 5 Februari 2014 pukul 01.05 , Unknown mengatakan...

hadis kan cerita /riwayat yang terjadi setelah ratusan tahun nabi wafat jadi lebih baik minimal tanya pada ahli hadis Afdolanya tanya pada Rosulullah,kalo tidak bias tanya pada wakilnya Rosul,kalo tidak bisa tanya pada wakilnya wakil Rosul,dan seterusnya . jadi jangan komentar /menerangkan tentang hadis sementara anda bukan ahli hadis anda tidak punya hak untuk menerangkan hadis kalo hanya berdasrkan baca buku hadis .sama seperti merangkan tentang suatu penyakit yang tidak paham tentang penyakit tidak berhak untuk menerangkan suatu penyakit karena anda bukan seorang dokter yang belajar tentang penyakit ,apalagi sampai membuat resep .maka tanyalah pada ahlinya.

 
On 21 Februari 2016 pukul 22.49 , Mas Qomar mengatakan...

Ahli hadits atau ahli fiqih yang paling Afdhol???

HAyoooo...

 
On 21 Februari 2016 pukul 23.08 , Mas Qomar mengatakan...

Ahli hadits atau ahli fiqih yang paling Afdhol???

HAyoooo...