Nikah Beda Agama II
13.58 | Author: Al Faqir Muhtar Lutfi, S. H. I

Pendapat Para Ulama Mengenai Status Hukum Menikahi Wanita Non Muslimah
Jumhur ulama termasuk mazhab yang empat sepakat bahwa menikahi wanita musyrikat, atheis dan murtaddah hukumnya adalah haram. Pengaharaman menikahi wanita musyrikat ini didasari oleh firman Allah yang termaktub dalam surat Al Baqarah ayat 221 di atas. Sedangkan wanita atheis haram untuk dikawini karena mereka lebih jahat daripada wanita musyrikah.

Wanita musyrikah masih mempercayai adanya Tuhan yang menghidupkan dan mematikan, hanya saja mereka menduakan dan menyekutukannya dengan yang lain. Sedangkan wanita atheis tidak mempercayai adanya Tuhan sama sekali. Adapun wanita murtaddah yaitu yang telah keluar dari agama Islam, tidak boleh dikawini sama sekali walaupun kemudian dia memeluk agama ahli kitab , sebab dengan kemurtadannya itu mengakibatkan adanya hukum bunuh atas dirinya, berdasarkan sabda Rasulullah SAW :
من بدّ ل دينه فاقتلوه
“siapa saja yang merubah agamanya maka bunuhlah dia”.
Namun, ketika menetapkan status hukum terhadap pernikahan muslim dengan kitabiyah para ulama berbeda pendapat. Sehingga mereka menjadi dua golongan besar, satu golongan adalah pendapat yang tidak membolehkan dan golongan lain membolehkan menikahi perempuan kitabiyah.

1. Pendapat Yang Tidak Membolehkan
Pendapat ulama yang tidak memperbolehkan pernikahan macam ini di antaranya adalah pendapatnya Syiah Imamiyah dan sebagian Syiah Zaidiyah , menurut mereka bahwa pernikahan seorang muslim dengan wanita non muslimah itu hukumnya haram secara mutlak, terlepas apakah si wanita itu dari golongan Atheis, Majusi, Murtaddah, Nasrani ataupun Yahudi. Karena bagi mereka kesemua golongan yang disebutkan di atas tadi merupakan satu golongan besar yang sama yaitu golongan orang kafir dan golongan orang musyrik. Mereka menyandarkan pendapatnya kepada apa yang telah dikatakan oleh Abdullah Bin Umar Ra. Sebagaimana yang telah dikutip oleh Muhammad Ali as Shobbuni dari kitab Fathul Bari Syarh Shahih Bukhori .
حرّم الله تعال المشركات على المسلمين ولا اعرف شيئا من الإشراك أعظم من أن تقول المرأة : ربهاعيسى,...
“Allah Ta’ala telah mengharamkan wanita musyrikat untuk kaum muslimin dan tidak aku ketahui perbuatan syirik yang palinh besar selain bahwa seseorang berkata bahwaTuhannya adalah Isa,...(Al Hadis).

Mereka juga berpendapat bahwa ayat 5 dari surat al Maidah yang isinya membolehkan menikahi wanita ahli kitab itu telah dinasakh oleh ayat 221 yang ada di dalam surat Al Baqarah , sehingga kebolehan yang telah ada itu berubah menjadi keharaman yang mutlak.
Imam Jalaludin Abdurrahman bin Abu Bakar as-Suyuti menyebutkan dalam karangannya ad-Dur al-Mantsur bahwa Hasan ditanya mengenai seorang lelaki yang menikahi ahli kitab dan sebaliknya. Sungguh Allah telah menciptakan banyak perempuan muslimat. Hasan menambahkan. Namun, jika pernikahan itu memang harus dilakukan maka kerjakanlah dan buatlah perjanjian dengannya dan juga pilihlah perempuan yang baik-baik jangan perempuan yang lacur .
Dari riwayat di atas juga dapat ditarik kesimpulan memang pada dasarnya, menikahi ahli kitab itu dilarang. Dan adanya kebolehan menikahi wanita ahli kitab itu dikarenakan adanya unsur darurat yang memang dalam kondisi dalam seperti ini bisa membolehkan segala sesuatu yang sebelumnya tidak diperbolehkan. Sesuai dengan kaidah
الضّرورات تبيح المحظورات

“segala sesuatu yang daruarat itu bisa membolehkan segala sesuatu yang dilarang”
Sehingga setelah unsur darurat itu hilang maka kembalilah hukum itu ke status asalnya yaitu tidak diperbolehkan.
Imam ar-Razi dalam tafsirnya sebagaimana dikutip oleh Abdul Mutaal Muhammad al-Jabry juga mengingatkan bahwa mayoritas ualama berpendapat pengertian kata musyrik itu mencakup di dalamnya orang-orang kafir dari ahli kitab, ada beberapa bukti menurutnya yang bisa memperkuat pendapat ini.
Pertama, firman Allah SWT :
وَقَالَتِ الْيَهُودُ عُزَيْرٌ ابْنُ اللَّهِ وَقَالَتِ النَّصَارَى الْمَسِيحُ ابْنُ اللَّهِ ذَلِكَ قَوْلُهُمْ بِأَفْوَاهِهِمْ يُضَاهِئُونَ قَوْلَ الَّذِينَ كَفَرُوا مِنْ قَبْلُ قَاتَلَهُمُ اللَّهُ أَنَّى يُؤْفَكُونَ .اتَّخَذُوا أَحْبَارَهُمْ وَرُهْبَانَهُمْ أَرْبَابًا مِنْ دُونِ اللَّهِ وَالْمَسِيحَ ابْنَ مَرْيَمَ وَمَا أُمِرُوا إِلَّا لِيَعْبُدُوا إِلَهًا وَاحِدًا لَا إِلَهَ إِلَّا هُوَ سُبْحَانَهُ عَمَّا يُشْرِكُونَ ( التوبة : 30-31 )
“Orang-orang Yahudi berkata : Uzair itu putera Allah dan orang nasrani berkata : al Masih itu putera Allah. Demikianlah ucapan mereka dengan mulut-mulut mereka. Mereka meniru perkataan orang-orang kafir terdahulu, dilaknatlah mereka sebagaimana mereka berpaling. Mereka menjadikan orang-orang alimnya dan rahib-rahib mereka sebagai Tuhan selain Allah dan juga mereka mempertuhankan al Masih putera Maryam, padahal mereka hanyadisuruh menyembah Tuhan Yang Maha Esa. Tidak ada Tuhan selain Dia, Maha Suci Allah dari apa yang mereka persekutukan. ( QS. At-Taubah : 30-31)

Ayat ini menyatakan denga tegas bahwa orang-orang Nasrani dan Yahudi termasuk oarng-orang musyrik.
Kedua. Firman Allah SWT :
إِنَّ اللَّهَ لَا يَغْفِرُ أَنْ يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ مَا دُونَ ذَلِكَ لِمَنْ يَشَاءُ... ( النساء : 48 )
“Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik dan Dia mengampuni segala dosa yang selain syirik itu bagi siapa saja yang dikehendaki-Nya,… (QS. al- Nisa : 48 )

Ayat ini menunjukkan bahwa dosa selain syirik terkadang diampuni oleh Allah SWT, secara keseluruhan. Seandainya kekufuran orang Yahudi dan Nasrani tidak termasuk syirik, tentunya menurut pengertian ayat ini, dosa mereka akan diampuni oleh Allah secara keseluruhan, dikarenakan agamaYahudi dan Nasrani itu bathil maka tahulah kita bahwa kekufuran mereka itu termasuk syirik.
Ketiga, Firman Allah SWT :
لَقَدْ كَفَرَ الَّذِينَ قَالُوا إِنَّ اللَّهَ ثَالِثُ ثَلَاثَةٍ وَمَا مِنْ إِلَهٍ إِلَّا إِلَهٌ وَاحِدٌ... (المائدة : 73 )
“Sesungguhnya kafirlah orang-orang yang mengatakan bahwasanya Allah adalah salah satu dari yang tiga,... ( QS. al-Maidah : 73 )

Trinitas yang tersirat dalam ayat ini makin menjelaskan bahwa perbuatan orang-orang Yahudi dan Nasrani yang menyekutukan Allah dengan lainnya adalah suatu perbuatan kekufuran yang jelas kemusyrikannya .
Di dalam ad-Dur al-Mantsur juga disebutkan bahwa Abdullah bin Abbas Ra. Pernah berkata: Rasulullah SAW telah melarang untuk menikahi semua golongan wanita, kecuali mukminat yang muhajirat. Diharamkan terhadap seseorang beragama selain dengan agama Islam .
2. Pendapat Yang Membolehkan
Jumhur berpendapat bahwa keharaman nikah terhadap wanita musyrikah yang terdapat di dalam surat Al Baqarah itu sifatnya umum, kemudian ditakhsiskan dengan ayat yang ada di dalam surat Al Maidah ayat 5 yang intinya adalah mengecualikan wanita kitabiyah dari wanita musyrikah . Pembedaan kategori wanita ini juga terlihat dalam firman Allah yang lain yaitu seperti dalam ayat 105 dari surat Al Baqarah yang berbunyi:
مَا يَوَدُّ الَّذِينَ كَفَرُوا مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ وَلَا الْمُشْرِكِينَ أَنْ يُنَزَّلَ عَلَيْكُمْ مِنْ خَيْرٍ مِنْ رَبِّكُمْ... (البقرة :105 )
“Orang-orang kafir dari ahli kitab dan orang-orang musyrikin tiada menginginkan diturunkannya suatu kebaikan kepadamu dari Tuhanmu,... ( QS. al-Baqoroh : 105 )

Demikian juga dalam ayat-ayat yang lain selalu dipisahkan antara kategori musyrik dengan ahli kitab, ini menandakan bahwa ahli kitab ini bukanlah musyrik sehingga dalam hukumnya juga memiliki status yang berbeda.
Berdasarkan surat Al maidah ayat 5 tadi maka jumhur berpendapat bahwa menikahi kitabiyah hukumnya adalah boleh sebagaimana diperbolehkannya memakan hewan yang mereka sembelih.
Sayyid Sabiq menyebutkan pendapat ini juga merupakan ijma’ para sahabat dan tabi’in, diantaranya, Usman, Tolhah, Ibn Abbas,Jabir, Hudzaifah, dari golongan lainnya. Para ulama juga menetapkan kebolehan ini berdasarkan apa yang telah para sahabat dan tabi’in perbuat, sebagaimana Sayyidina Utsman menikahi perempuan Nasrani yang bernama Nailah, Hudzaifah juga menikahi seorang wanita dari golongan Yahudi , walaupun pada saat itu Sayyidina Umar memberikan peringatan, namun jumhur berpendapat, peringatan atau larangan yang diberikan Sayyidina Umar hanyalah merupakan tindakan himbauan dan dikhawatirkan akan terjadi fitnah bagi keturunan mereka, bukan larangan mutlak yang menandakan bahwa pernikahan muslim dengan wanita kitabiyah itu hukumnya boleh.
Namun, sekalipun jumhur telah menetapkan kebolehan ini, mereka masih berselisih pendapat apakah kebolehan tersebut bersifat mutlak atau ada hal lainnya. Abdurrahman Al Jaziry menjabarkan tentang ikhtilafnya sebagai berikut.
a. Golongan Hanafiyah
Menurut mereka menikahi wanita kitabiyah itu diperbolehkan dan statusnya makruh jika dilakukan terhadap kitabiyah yang dzimmi, dan dimungkinkan bisa ditegakkan hukum Islam. Namun, jika dilakukan terhadap kafir harbi dan apalagi di negara yang non Islam maka mereka berpendapat hukumnya menjadi haram, karena hal ini akan lebih memungkinkan terbukanya fitnah (kerusakan), oleh karena nanti anak yang dilahirkan akan besar kemungkinannya untuk enggan terhadap agama Islam dikarenakan mereka tinggal bukan di lingkungan yang islami.
b. Golongan Malikiyah
Bagi mereka ada dua pendapat. Pertama; menikahi wanita kitabiyah itu hukumnya makruh secara mutlak, baik termasuk golongan dzimmi maupun harbi. Namun, apabila berada di negara non Islam itu lebih dimakruhkan lagi. Kedua; tidak makruh menikahi wanita kitabiyah, hal ini didasari oleh dzahir firman Allah yang membolehkannya secara umum tanpa persyaratan apapun.
c. Golongan Syafi’iyyah
Bagi mereka dimakruhkan menikahi wanita kitabiyah di negara Islam, apalagi di negara non Islam, sebagaimana dua pendapat di atas. Bagi Syafi’iyah pernikahan macam ini dibenarkan walaupun makruh, jika memenuhi syarat sebagai berikut :
1) Si wanita kitabiyah itu bisa diharapkan (besar kemungkinannya) untuk
masuk Islam.
2) Si lelaki muslim tersebut tidak mendapati wanita muslimah yang layak dan pantas untuk dia.
3) Dikhawatirkan apabila pernikahan tersebut tidak dilangsungkan maka akan terjadi perbuatan zina.

d. Golongan Hanabilah
Mereka berpendapat halal menikahi wanita kitabiyah tanpa ada kemakruhan di dalamnya, karena ayat yang membolehkan itu bersifat umum .

|
This entry was posted on 13.58 and is filed under . You can follow any responses to this entry through the RSS 2.0 feed. You can leave a response, or trackback from your own site.

0 komentar: